Saya merasa tergelitik oleh curhat dari seorang kenalan karena karya tulisan perjalanannya ditolak mentah-mentah. Alasannya,”Tulisan kamu obyeknya tidak bonafide”. Perlu diketahui kenalan saya diberi tugas menyusun sebuah majalah internal edisi Februari 2009 di suatu korporat yang bergerak di bidang Web Design dan Internet Provider di Bali. Kenalan saya mengambil objek tulisan Gunung Kawi (Tampaksiring ,Gianyar) dan Taman Kupu2 Bali(Tabanan). Si boss bilangnya,”Nanti kita laporkan jalan-jalan saya di KL(Kuala Lumpur) saja”. Sah-sah saja kalau punya uang dan kesempatan, anda melakukan perjalanan ke dura negara(luar negeri). Saya malah berdoa agar diberi kesehatan yang baik dan umur yang panjang (juga rejeki), semoga suatu hari bisa menikmati indahnya Candi Ang Kor Wat, Tugu Merlion, Alpen, Kepulauan Maldives, Burj Al Arab di Dubai, Walt Disney Hong Kong,Istana Raja Thailand, Gedung Putih, Taj Mahal, Grand Canyon, Kutub Utara, dan banyak tempat menarik lainnya. Bukan hanya untuk mengejar prestise, saya berpendapat perjalanan kita untuk menggalakkan persahabatan, perdamaian, dan pendidikan. Selain tentunya untuk memutar roda perekonomian.

Majalahnya belum terbit sampai tulisan ini saya ketik dan kenalan saya belum membaca isi tulisan ke KL. Saya ngeri membayangkan tulisannya. Apa sebab? Saya membayangkan jalan ceritanya sangat ekstrim seperti ini:”Bla...bla...bla...bla...panjang lebar wisata dan shopping di KL dan melihat menara kembarnya....lalu saya teringat kemarin siang belum sempat menambal genteng tepat di atas saya berada sekarang yang pecah karena seharian hujan. Seekor kucing kuning melintas tepat di genteng yang pecah, ia mengibaskan ekornya dengan senang dan seperti pancuran crit...crit...crriiittt mendarat di muka saya. Bukan air hujan. Aromanya seperti amoniak laksana bau pesing yang hanya ampuh memikat kucing2 betina, bukan memikat saya. Wah, saya gelagapan terbangun, jadi saya tadi bermimpi ya. Mimpi ke KL-nya berantakan deh”. Mudah-mudahan bukan begitu jalan ceritanya. Perut saya jadi sakit karena mabuk tertawa membacanya.

Seharusnya, agar tidak bermimpi terus membayangkan mempunyai generasi yang mencintai sejarah negerinya, bolehlah mulai hari ini banggakanlah tempat-tempat bersejarah, pantai, danau, taman rekreasi, dan sejuta miliar titik-titik pelancongan di negeri ini, Indonesia. Negeri ini sangat cantik. Anda bisa mempublikasikannya di blog, situs pertemanan, MMS, cetak sebagai kartu pos, kartu ucapan, dan menulisnya di majalah/tabloid. Sebagai orang Bali, saya bangga memiliki tempat wisata yang pekat sekali nilai sejarah dan budayanya. Salah satunya yang sudah pernah saya kunjungi, Gunung Kawi di Tampaksiring, Gianyar. Perjalanan yang jauh dan melelahkan terbayar dengan kekaguman pada warisan luhur dari abad ke-11 SM(sesudah Masehi). Pahatan candinya membuat kenangan yang tak terkira. Kalau dibandingkan dengan, KL misalnya, tentu Candi Gunung Kawi ini lebih memikat imajinasi. Teknologi di masa lampau leleuur kita sangat maju sekali. Dulu sudah ada Borobudur dan candi-candi yang bertebaran di seluruh Nusantara. Kalau menara KL roboh karena diterjang angin ribut (tornado) masih bisa memanggil para tukang insinyur, sedangkan kalau candi-candi di Nusantara rusak karena perampasan benda purbakala apakah kita akan memanggil tukang-tukang pada zamannya dulu agar arsitekturnya asli kembali? Manfaat yang terpenting kita mempublikasikan tempat-tempat di Indonesia dengan nilai sejarah maupun pendidikan adalah agar masayarakat dan pemerintah peduli kepada bangunan bersejarah di lingkungan sekitarnya. Publikasi yang bagus tentang suatu kawasan purbakala akan memotivasi masyarakat dan pemerintah lokal setempat bekerja menjaga cagar budayanya. Semakin jarang mempublikasikannya, mereka juga akan apatis merawatnya....toh tidak ada yang bakal tahu kalau ada pencuri benda purbakala, pikir mereka.

Di buku rencana perjalanan saya masih banyak tempat di Indonesia (khusunya di Bali) belum dikunjungi, seperti Istana Presiden Tampaksiring, Trunyan, Goa Gajah, Tirta Empul, Pura Besakih, Pantai Geger, Museum Gunung Berapi di Batur, Desa Penglipuran, dan banyak lagi. Sebagai perbandingan, di Bali saya sudah pernah ke Gunung Kawi, Taman Kupu2, Pantai Dreamland, Sangeh, Monkey Forest di Ubud, Pura Uluwatu, Tanah Lot, Pulau Sakenan/Serangan, Tanjung Benoa, Laguna Nusa Dua, Kedonganan, Klenteng Ling Gwan Kiong di Singaraja, Klenteng Tanah Kilap, dan Hutan Mangrove.

Kapan anda seperti saya? Selalu bergairah menggali ide baru dari kekayaan negeri. Indonesia. (Lswan, email: el.swan@yahoo.com)

;;